Categories
Resensi Buku

Resensi Buku #30: Pribadi Muhammad karya Lesley Hazleton

Saya justru menemukan apa mukjizat paling besar dari agama Islam justru dari buku ini, buku yang ditulis oleh seorang agnostik – itupun jika dia tidak mau dibilang atheis.

Tapi sebelum saya lanjutan, ijinkan saya menceritakan isi benak saya tentang beberapa buku yang saya baca akhir-akhir ini.

Belakangan ini saya membaca beberapa buku yang sangat menarik. Dimulai dengan buku karya Yuval Noah Harari yang berjudul Sapiens, lalu Sejarah Dunia yang Disembunyikan karya Jonathan Black, Pribadi Muhammad karya Lesley Hazleton yang sejatinya sudah selesai saya baca tepat sebelum saya membaca Sejarah Dunia yang Disembunyikan, lalu kemudian buku Dunia Menurut Fisika karya Jim Al-Khalili serta Sejarah Singkat Waktu karya Stephen Hawking yang kedua buku ini akan saya tulis resensinya dalam waktu dekat.

Nah, beberapa buku di atas sekilas memang nampak tidak berhubungan. Namun entah mengapa, di kepala saya buku-buku tersebut bisa menjadi seperti serpihan-serpihan puzzle yang saling mengisi dan terkait.

Mulai dengan kenalnya saya akan istilah realitas komunal yang dijabarkan oleh Harari di dalam buku Sapiens. Dimana realitas komunal, menjadi salah satu cara ampuh agar manusia yang ketika itu mulai hidup secara berkelompok, bisa lebih mudah diatur. Realitas komunal ini bisa berupa apa saja termasuk ajaran-ajaran spiritual kuno, filsafat, hingga sistem-sistem modern seperti uang dan bentuk negara.

Lalu kemudian saya membaca Sejarah Dunia yang Disembunyikan. Dimana di dalam buku ini saya seperti mendapatkan penjelasan lebih dalam tentang realitas-realitas komunal kuno apa saja yang berkembang di kehidupan manusia di masa lampau. Dijelaskan di dalam buku ini berbagai macam ajaran spiritual kuno, hingga datang di suatu masa ketika ajaran-ajaran tersebut justru menginisiasi bangkitnya ilmu pengetahuan dan sains teori yang mahsyur hingga saat ini. Hingga bahkan datang satu masa dimana manusia yang mulai lebih percaya akan sains dan berpikir dengan cara sains, mulai meninggalkan pemikiran ajaran-ajaran kuno yang tidak masuk akal, sehingga tidak sedikit dari mereka yang menjadi agnostik bahkan atheis.

Dari sini, di dalam kepala saya, serpihan puzzle dari buku Sejarah Dunia yang Disembunyikan ini bersambung dengan dua kepingan puzzle yang sangat menarik lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan sains adalah kepingan pertama dari dua puzzle itu, dimana saya mendapatkan gambaran yang sangat baik dari buku Dunia Menurut Fisika karya Jim Al-Khalili dan buku Sejarah Singkat Waktu karya Stephen Hawking.

Sedangkan serpihan puzzle kedua adalah – tentu saja – Islam. Tapi kenapa Islam?

Jadi begini. Singkat cerita, konsep pemikiran atheisme dan agnostisisme itu bisa dikatakan adalah pemikiran baru. Tepatnya semenjak manusia mulai bisa menjelaskan cara kerja dunia dan alam semesta ini bekerja melalui kacamata sains. Maka dulunya orang yang termakan dengan cerita-cerita karangan berbau spiritual yang menjelaskan tentang bagaimana dunia bekerja, menjadi semakin kritis dan bertanya-tanya akan hal-hal spiritual tersebut.

Jika Anda membaca sejarah, bagaimana peranan gereja di masa lampau akan keyakinan mereka tentang Bumi sebagai pusat tata surya, dan bahkan menjadikan hal itu sebagai sesuatu yang wajib diimani. Dan kemudian kita tahu apa yang terjadi kepada mereka yang justru seolah melawan gereja dengan mengatakan jika Bumi ternyata beredar mengelilingi Matahari. Itu salah satu contohnya, hingga tahun demi tahun sains semakin kuat hingga saat ini kita menikmati bagaimana manusia bisa menggunakan berbagai macam hukum sains untuk mengembangkan teknologi yang memudahkan jalan hidup kita.

Lalu apa keterkaitannya dengan Islam sebagai kepingan puzzle yang saya sebutkan tadi?

Singkat kata, Islam menjadi jembatan antara konsep berpikir saintifik berdasarkan hukum-hukum alam semesta, dengan bagaimana kita beriman pada Sang Pencipta Alam Semesta tersebut.

Dan lucunya, ini kalau boleh dibilang lucu lho ya, kesimpulan ini justru saya dapatkan ketika saya membaca buku karya seorang agnostik bernama Lesley Hazleton.

Di sebuah sesi Ted Talk, Hazleton sempat mengungkapkan alasannya mengapa ia tertarik untuk menulis biografi Muhammad ﷺ dengan justu melontarkan sebuah pertanyaan balik: Mengapa tidak?

Dan karena ini pertama kalinya saya membaca biografi Muhammad ﷺ yang ditulis oleh nonis, saya justru terpukau akan obyektifitas penulis buku ini. Hazleton menulis perjalanan Nabi Muhammad ﷺ semenjak masa sebelum kelahiran beliau, hingga saat-saat wafat beliau. Dengan juga melibatkan sudut pandang sosial politik dan budaya yang ada di jaman itu, berbagai macam fakta indah nan masuk akal justru memukau saya.

Fakta-fakta itu akan saya rangkum dalam beberapa contoh cerita yang saya sadur dari buku tersebut:

A. Titah Seorang Tukang Sihir Justu Menyelamatkan Nyawa Sang Ayah

Cerita berawal di jaman sebelum kelahiran Muhammad ﷺ. Dimana sang kakek, Abdul Muthalib, adalah seorang terpandang di Mekkah masa itu, menjadi pemimpin suku Quraisy, suku penjaga tempat suci Ka’bah.

Singkat cerita, Abdul Muthalib pernah bernazar, jika ia dianugerahi sepuluh anak laki-laki, ia akan mengorbankan salah satunya sebagai bentuk rasa syukur kepada dewa-dewa. Di jaman itu, memiliki anak laki-laki banyak adalah sebuah kebanggaan yang tidak terkira, apalagi bisa memiliki sepuluh. Dan benar saja, ia benar-benar dianugerahi sepuluh anak laki-laki.

Ketika anak-anak Abdul Muthalib sudah beranjak dewasa, datanglah saat ia merasa harus memenuhi nazar tersebut. Namun ketika ia mengundi siapa anak laki-laki yang harus ia korbankan, rupanya yang keluar justru nama Abdullah, anak laki-laki yang paling ia sayangi, dan tak lain adalah cikal-bakal ayah dari Muhammad ﷺ.

Di satu sisi, Abdul Muthalib sangat ingin menepati janjinya, namun isi hatinya merasa berat jika anak laki-laki kesayangannyalah yang harus ia korbankan. Maka iapun mencari petunjuk ke orang-orang pintar, hingga ia datang ke seorang perempuan tukang sihir. Lalu perempuan itu menawarkan solusi dengan mengganti pengorbanan Abdul Muthalib dengan sistem penebusan. Ia menyuruh Abdul Muthalib untuk menebus pengorbanan itu dengan sejumlah unta, yang jumlahnya harus sesuai dengan keinginan dewa-dewa.

Abdul Muthalib pun setuju. Maka ia segera mendatangi dewa-dewanya yang ada di Ka’bah untuk melakukan “negosiasi”. Cara negosiasi tersebut terbilang unik. Di area dekat Ka’bah, diletakkan dua nama di tanah: Abdullah dan sejumlah unta. Pertama-tama ditulis sepuluh unta. Kemudian dilontarkanlah sebuah anak panah tanpa ujung tajam ke langit sehingga ia akan jatuh ke dekat salah satu nama tersebut. Jatuhnya anak panah itu di dekat mana, dianggap sebagai keputusan dewa. Pada lontaran pertama anak panah tersebut jatuh di nama Abdullah.

Kemudian Abdul Muthalib pun menambah jumlah unta, 20 ekor. Lalu ia melontarkan kembali anak panah ke langit, namun tetap jatuh ke nama Abdullah. Ia pun kemudian menambah jumlah unta menjadi 30, 40, 50, namun tetap lontaran anak panah menunjuk ke arah nama putranya. Hingga sampailah pada jumlah 100 ekor unta, anak panah yang ia lontarkan jatuh ke sejumlah unta tersebut.

Bersoraklah Abdul Muthalib dan para hadirin. Karena dengan ini maka dewa-dewa menerima penebusan Abdullah dengan sejumlah 100 ekor unta. Hal ini membuat senang Abdul Muthalib hingga ia menggelar pesta besar-besaran, menyembelih 100 ekor unta, serta membagi-bagikannya ke orang-orang Mekah ketika itu. Tak hanya itu, ia pun menikahkan Abdullah yang ketika itu semakin terkenal dengan sebutan “anak yang diselamatkan Tuhan”, dengan Aminah seorang perempuan dari keluarga terhormat di Mekah. Pernikahan inilah yang membuka jalan kelahiran Sang Rasul ﷺ.

Jujur saja, saya belum pernah mendengar cerita ini sebelumnya. Cerita dari buku ini dengan detail menggambarkan bagaimana kondisi budaya masyarakat Mekah sebelum kelahiran Nabi. Budaya yang seolah lebih mengagungkan anak laki-laki, lalu prinsip menjaga harga diri akan janji yang harus ditepati seperti yang ditunjukkan oleh Abdul Muthalib, lalu budaya spiritual akan penyembahan berhala atau dewa-dewa, dan kondisi sosial budaya lainnya di masa itu menjadi dasar yang sangat ditonjolkan di dalam buku ini.

Sehingga cerita “dibalik layar” sebelum kelahiran Nabi tersebut, menurut saya, seolah-olah seperti ada campur tangan kekuatan Maha Agung agar Abdullah tetap hidup, yang dibungkus dalam kisah moral dan kultur sangat kental di jazirah Arab jaman tersebut. Kisah itu, tentu saja cukup “biasa” jika dilihat oleh orang-orang di jamannya. Namun jika dilihat gambaran besarnya, mana mungkin semua kejadian itu kebetulan belaka jika kisah itu menjadi cikal bakal lahirnya manusia paling berpengaruh di dunia sepanjang sejarah.

Namun jika dipandang dari mata dan pemikiran saintifik modern nan agnostik jaman sekarang, mereka tentu saja akan berkata “Ah, tentu saja itu sesuatu yang kebetulan belaka.”

Masalahnya, kebetulan tidak hanya terjadi satu kali. Adalah bagaimana kerasnya lingkungan jazirah Arab di jaman itu, rupanya menjadi kebetulan selanjutnya yang berhasil mencetak pribadi Muhammad kecil, sehingga ketika dewasa beliau memiliki sifat-sifat pribadi yang istimewa. Menurut saya, ini bukan sebuah kebetulan. Ini adalah keajaiban yang nyata.

B. Kerasnya Kehidupan, Mengasah Kepribadian

Membayangkan kondisi jazirah Arab pada abad keenam, sangat tidak bisa disamakan dengan kondisinya di jaman modern sekarang. Baik kondisi sosialnya, perkotaannya, budayanya, geografi, sangat jauh berbeda. Kota ramai seperti Mekah di masa itu, sangat jauh berbeda dengan kemegahan Mekah jaman sekarang. Seramai-ramainya Mekah, ia hanya seperti perkampungan tandus padang pasir dengan rumah-rumah reot, pasar tradisional sederhana, dengan Ka’bah sebagai pusat kotanya.

Lahir sebagai anak yatim, yang tidak berselang lama sudah menjadi yatim piatu, sudah menjadi masalah tersendiri bagi Muhammad kecil. Kemudian ia tumbuh di jaman yang sering kita dengar sebagai jaman jahiliyah, membuat beliau tumbuh menjadi pribadi dengan empati tinggi, peka akan isu sosial, sekaligus menjadi bermental kuat karena berbagai macam konflik akan status keberadaannya.

Saya akan berusaha merangkum berbagai macam latar belakang kondisi sosial, budaya dan politik yang disebutkan di buku ini, serta bagaimana kondisi itu bisa memengaruhi perkembangan mental Muhammad.

1. Kehidupan Nomaden dan Nilai Kesederhanaan

Tradisi Badui:

Meskipun Mekah adalah kota, tradisi Badui yang sederhana masih sangat dihormati, termasuk nilai keberanian, kemurahan hati, dan solidaritas. Kehidupan di padang pasir yang keras membuat orang Arab menghargai ketahanan dan kesederhanaan.

Pengasuhan di Pedalaman:

Sewaktu bayi hingga beberapa tahun berikutnya, Muhammad dibesarkan di pedalaman bersama keluarga Halimah, seorang perempuan Badui, yang memperkenalkannya pada kehidupan khas suku Badui yang sederhana dan selaras dengan alam.

Pengaruh pada Muhammad:

Jujur saja, cerita Muhammad kecil ketika diasuh oleh Halimah yang dituturkan oleh Hazleton di buku ini sangat menyentuh dan detail. Hidup nomaden khas suku Badui, keras di padang pasir, menggembala domba maupun unta diumur begitu belia, menghadapi berbagai kesulitan langsung berhadapan dengan alam, sekaligus hidup penuh kesederhanaan, membentuk karakter awal Muhammad kecil.

2. Struktur Sosial: Loyalitas Klan dan Patriarki

Klan dan Suku:

Muhammad lahir di tengah-tengah sistem suku yang sangat kuat, dimana identitas seseorang ditentukan oleh klan mereka. Di jaman kelahiran beliau, Mekah dikuasai oleh dua klan dari suku Quraisy: Bani Umayyah menguasai pasar dan perekonomian Mekah sehingga menjadi klan yang paling kaya, sedangkan Bani Hasyim menguasai area Ka’bah dan sumur zam-zam. Kakek Muhammad, Abdul Muthalib, adalah seorang pemimpin Bani Hasyim yang terkenal karena berhasil menemukan kembali sumur zam-zam yang sempat hilang. Penemuan tersebut berhasil kembali meramaikan peziarah datang ke Ka’bah.

Kesenjangan Sosial:

Di sisi lain, ketimpangan sosial nampak sangat mencolok. Orang miskin, perempuan, dan budak tidak memiliki hak. Sementara itu, elit pedagang Quraisy memiliki kekuasaan besar.

Pengaruh pada Muhammad:

Kita tahu bahwa Muhammad lahir dari keturunan siapa. Namun sebagai seorang yatim piatu, Muhammad menjadi tidak memiliki perlindungan penuh dari struktur klan tersebut. Meskipun diasuh oleh Abdul Muthalib dan kemudian paman beliau Abu Thalib, ia tidak memiliki posisi yang kuat di dalam klan Bani Hasyim.

Hazleton menggambarkan kondisi ini seperti membuat Muhammad tetap aman karena berada di dalam Bani Hasyim, namun sekaligus tidak diterima karena statusnya yang yatim piatu. Muhammad muda tumbuh dalam kondisi penolakan ini, sekaligus kondisi sosial yang kompleks. Keadaan ini membuatnya menjadi peka, dan memahami penderitaan kaum marjinal.

Ada satu cerita menarik yang diungkap oleh Hazleton di dalam buku ini. Setelah berpisah dari keluarga angkat beliau dari suku Badui, kita semua tahu jika Muhammad kemudian diasuh oleh paman beliau Abu Thalib. Namun jangan dibayangkan jika model pengasuhan itu seperti jaman modern sekarang.

Abu Thalib mengasuh Muhammad muda dengan maksud berada di bawah perlindungan sang paman. Namun untuk kehidupan sehari-harinya, Muhammad kecil justru seperti bekerja untuk sang paman. Termasuk ketika Abu Thalib tersadar jika Muhammad rupanya sangat terampil mengurus hewan-hewan gembalanya. Ilmu ini dikuasai Muhammad kecil karena sejak belia ia sudah ikut suku Badui menggembalakan hewan-hewan suku itu. Muhammad kemudian dipercaya – dalam artian dipekerjakan – oleh Abu Thalib untuk mengurus ternak-ternaknya.

Kehidupan yang keras ini semakin membentuk karakter Muhammad yang istimewa.

3. Mekah: Kota Perdagangan dan Spiritualitas

Pusat Perdagangan:

Mekah adalah persimpangan jalur perdagangan yang menghubungkan Yaman di selatan, Siria di utara, dan kawasan lain di Timur Tengah. Hal ini menciptakan masyarakat yang berorientasi pada kekayaan material dan perdagangan. Perekonomian Mekah sebagian besar dimonopoli oleh Bani Umayyah. Kesenjangan sosial amat nampak di depan mata.

Spiritualitas Arab Pra-Islam:

Mekah juga menjadi pusat spiritual dengan keberadaan Ka’bah, yang saat itu dihuni oleh ratusan berhala dari berbagai suku. Sistem kepercayaan politeistik ini memperkuat fragmentasi sosial dan loyalitas berdasarkan klan atau suku.

Pengaruh pada Muhammad:

Muhammad tumbuh menyaksikan bagaimana keserakahan dan ketidakadilan kerap terjadi di Mekah, seperti eksploitasi kaum miskin oleh para pedagang kaya, praktik-praktik monopoli perdagangan, tidak adanya penghargaan terhadap wanita, dan lain sebagainya. Kondisi ini menanamkan rasa keadilan sosial yang kuat dalam diri Muhammad muda.

4. Ketimpangan Gender dan Peran Perempuan

Posisi Perempuan:

Sedari kecil kita selalu mendengar jika Nabi kita Muhammad ﷺ lahir di jaman jahiliyah. Namun se-jahiliyah apa jaman itu?

Satu contoh saja. Di jaman itu, perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Bahkan praktik-praktik seperti pembunuhan bayi perempuan (wa’d) dianggap tindakan yang lazim terjadi.

Budak dan Eksploitasi:

Perempuan sering diperlakukan sebagai komoditas, baik melalui pernikahan maupun perbudakan.

Pengaruh pada Muhammad:

Di sisi lain, ada perempuan yang memiliki kekuatan, bernama Khadijah, seorang pedagang sukses yang kemudian menjadi istri Muhammad.

Ada cerita menarik sebelum Muhammad menikah dengan Siti Khadijah.

Di beberapa paragraf sebelumnya sempat kita bahas jika Muhammad sekalipun menjadi salah satu anggota klan Bani Hasyim, namun ia tidak memiliki posisi dan perlindungan penuh dari klan ini. Dan karena Abu Thalib adalah pamannya yang sangat menyayangi Muhammad, ia berharap menikahi putri Abu Thalib akan memperkuat hubungan keluarga mereka. Namun, ketika Muhammad menyampaikan maksudnya, Abu Thalib menolak dengan alasan bahwa Muhammad tidak memiliki kekayaan atau status yang cukup untuk menikahi putrinya.

Sekalipun Abu Thalib masih menyatakan perlindungannya atas Muhammad, penolakan ini membuat hubungan antara Muhammad dengan pamannya itu merenggang. Hingga tak lama berselang, Muhammad bekerja untuk Khadijah, seorang janda kaya raya dari keluarga suku Quraisy yang terpandang. Khadijah yang lebih tua 15 tahun dari Muhammad, terkesan dengan kepribadian Muhammad. Meskipun ia seorang perempuan dalam masyarakat patriarki, Khadijah memiliki posisi unik sebagai pengusaha sukses dan mandiri. Kondisi ini memberikan perspektif berbeda tentang wanita bagi Muhammad. Hingga akhirnya kita tahu jika Muhammad menikah dengan Siti Khadijah.

Hubungannya dengan Khadijah, yang memperlakukan Muhammad dengan penghormatan khusus, memberi pandangan lain bagi Muhammad tentang perempuan dan peran mereka dalam masyarakat. Ditambah dengan bagaimana wanita pada umumnya diperlakukan, membentuk pandangan yang semakin luas bagi Muhammad.

5. Krisis Spiritual dan Moral di Mekah

Korupsi Moral:

Bertolak belakang dengan statusnya sebagai kota ziarah dengan Ka’bah-nya, Mekah mengalami kemerosotan spiritual, di mana keserakahan dan materialisme merajalela. Sistem politeistik dengan banyak berhala sangat kentara kehilangan makna, dan lebih berfungsi sebagai alat politik untuk mendominasi kelompok lain.

Masyarakat yang Terpecah:

Tanpa otoritas pusat, masyarakat Arab didominasi oleh konflik antar suku yang sering berakhir dengan kekerasan.

Pengaruh pada Muhammad:

Berbagai macam masalah sosial dan spiritual membuat Muhammad sering mencari kedamaian dengan menyendiri di Gua Hira, tempat ia pertama kali menerima wahyu. Pengasingannya mencerminkan ketidakpuasannya terhadap kondisi moral dan spiritual masyarakat Mekah.

C. Menggigil, Bukti Manusiawinya Muhammad

Cerita ini amat sangat mahsyur. Sedari kecil kita sudah mendengar cerita ini. Yakni ketika di suatu waktu, Muhammad menyendiri di gua Hiro, kemudian datang Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pertama dari Allah SWT. Kita pasti ingat cerita bagaimana reaksi Muhammad menerima wahyu pertama itu. Menggigil.

Namun pahamkah Anda maksud dari menggigil itu?

Saya cukup terkejut karena Lesley Hazleton menceritakan kisah ini dengan begitu dramatis. Bukan didramatisasi seperti kisah-kisah sinetron yang dilebih-lebihkan, akan tetapi sudut pandang yang diangkat Hazleton membuat kisah ini menjadi sangat hidup dan menyentuh.

Singkat cerita, kita tahu bagaimana kisah Muhammad menerima wahyu pertama beliau itu lewat Malaikat Jibril. Hingga ketika beliau turun, beliau merasa sangat ketakutan, kebingungan, dan menggigil hebat. Bahkan sesampainya di rumah beliau meminta Khadijah untuk menyelimutinya.

Khadijah dengan penuh kasih berusaha menenangkan Muhammad. Setelah ia tenang, Muhammad menceritakan pengalaman luar biasanya di Gua Hira. Khadijah tidak meragukan pengalaman suaminya. Ia meyakinkannya bahwa Allah tidak akan meninggalkannya, mengingat karakter Muhammad yang jujur.

Kemudian Khadijah membawa Muhammad menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal, seorang tua yang paham tentang kitab suci Yahudi dan Kristen. Setelah mendengar cerita Muhammad, Waraqah meyakinkan bahwa apa yang dialaminya adalah wahyu dari Allah, seperti yang pernah diterima oleh para nabi sebelumnya, termasuk Musa dan Isa.

Yang menarik adalah, bagaimana Hazleton bereaksi akan kisah ini.

Hazleton menggambarkan peristiwa ini bukan hanya sebagai pengalaman spiritual yang mendalam, tetapi juga sebagai momen manusiawi yang penuh emosi. Muhammad awalnya tidak memahami apa yang terjadi padanya, dan reaksi pertamanya adalah ketakutan dan keraguan diri hingga menggigil hebat.

Namun, dukungan dari Khadijah dan keyakinan Waraqah menguatkan Muhammad untuk menerima peran sebagai utusan Allah. Pengalaman menggigil dan gemetar itu, menurut Hazleton, menunjukkan sisi manusiawi Muhammad saat menerima beban misi yang luar biasa besar.

Maka di sinilah letak mukjizat itu. Inilah mukjizat yang di awal tulisan ini saya sebutkan.

Mukjizat dari Islam itu adalah, ya semua tentang Islam itu sendiri. Mukjizat Islam itu ya termasuk Rasulullah ﷺ, lalu Kitab Al Quran, cerita-cerita dibaliknya, hingga bagaimana Islam semakin tumbuh dan terjaga kemurniannya setelah lebih dari 1400 tahun berselang.

Mengambil kesimpulan dari bagaimana Nabi Muhammad ﷺ tumbuh saja, nampak bagaimana Allah SWT menjaga Muhammad, dari lahir, tumbuh dari kecil, hingga menjadi seorang pemuda jujur dengan berbagai macam sifat istimewa. Bagaimana lingkungan sekitar Muhammad tumbuh dewasa, memberi perspektif dan pelajaran hidup yang sangat berharga bagi Muhammad dewasa sebagai Rasulullah ﷺ. Memang, keajaiban seperti disucikannya hati Muhammad memakai salju putih bersih ketika kecil oleh beberapa malaikat, menjadi satu kisah penting, namun jika dikaitkan dengan semua kisah, seperti mata rantai yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Semua saling berpengaruh.

Dan ini baru Mukjizat pertama, yaitu Rasulullah Muhammad ﷺ saja. Belum mukjizat-mukjizat lainnya.

Akhir kata, saya sangat bersyukur akan Islam. Saya sangat bersyukur akan Iman ini. Dan semoga, saya, istri, anak keturunan, beserta orang tua dan saudara-saudara kami, selalu diberi perlindungan dan kemantaban Iman dan Islam hingga hari akhir nanti.

Aamiin ya Robbal ‘aalamiin.

Tinggalkan Jejak Anda di Sini